Sejarah
Masjid Pathok Negoro Dongkelan. Masjid ini didirikan pada tahun 1775 Masehi, bersamaan dengan dibangunnya serambi Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. Bangunan masjid berada di atas lahan seluas 1.000 meter2. Sementara fisik bangunannya hanya menggunakan lahan seluas 100 meter persegi. Bangunannya terbagi atas dua, yakni bagian utama dan serambi bangunan. Bangunan utamanya seluas 10 x 10 meter. Sementara serambinya seluas 7 x 14 meter.
Pada awalnya, bentuk dan tatanan Masjid Pathok Negoro Dongkelan menyerupai Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. Bahkan bagian-bagian masjid pun seperti kolam keliling, atap, makam di samping masjid, sama seperti tatanan dalam Masjid Gedhe Kauman. Namun saat ini telah terjadi banyak perubahan, seperti sudah tidak adanya kolam keliling, diganti dengan bangunan sekolah dasar.
Di sebelah barat masjid pathok negoro dongkelan terdapat makam para leluhur dari masjid ini, salah satu tokoh yang dimakamkan di makam di makam ini adalah KH. Munawwir Abdul Fatah yaitu salah salah seorang pendiri Pondok Pesantern al-Munawwir di Krapyak.
Salah satu fungsi Masjid Pathok Negoro adalah sebagai benteng pertahanan. Masjid ini juga berfungsi sebagai pemberi tanda jika ada serangan dari musuh. Masjid ini dibakar oleh pihak Belanda pada masa perang Pangeran Diponegoro yang terjadi pada tahun 1825, hingga hanya menyisakan batu penyangga tiang masjid (umpak). Masjid tersebut dibangun kembali dengan sangat sederhana. Atap masjid hanya terbuat dari ijuk dengan mustaka (hiasan di puncak atap masjid) dari tanah liat. Pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VII, masjid ini dibangun kembali, yaitu pada tahun 1901. Bentuk bangunan masjid dibuat seperti semula. Kemudian pada tahun 1948 dilakukan pembangunan serambi masjid. Selanjutnya di tahun-tahun berikutnya, Masjid Pathok Negoro Dongkelan mengalami 4 kali renovasi.